Penulis: Ida Mahvitasari, dan Shofie Azzahrah
Editor: Muhammad Dhiya Ulhaq
Kondisi geografis Indonesia menyebabkan berbagai tantangan pemerataan, salah satunya adalah keuangan inklusif untuk mendukung pengentasan kemiskinan serta kesenjangan ekonomi masyarakat Indonesia. Perhatian pemerintah terhadap keuangan inklusif ini dapat dilihat dari Peraturan Presiden RI No 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) (Kemenkeu, 2016). Dalam Perpres tersebut dijelaskan bahwa keuangan inklusif didefinisikan sebagai kondisi ketika masyarakat mempunyai kemudahan akses secara layanan dan persyaratan terhadap keuangan formal. Pun, sasaran adanya kebijakan ini adalah masyarakat yang kebutuhannya belum terpenuhi oleh layanan keuangan formal, seperti masyarakat dengan penghasilan rendah serta pelaku usaha mikro dan kecil.
Faktanya, kondisi keuangan inklusif dan literasi keuangan di Indonesia memprihatinkan. Berdasarkan riset nasional oleh OJK, indeks keuangan inklusif pada tahun 2022 mencapai 85,10 %. Sedangkan, literasi keuangan di Indonesia mencapai 49,68%. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa kesenjangan antara kondisi keuangan inklusif dan literasi keuangan memang menurun menjadi 35, 42% (OJK, 2022). Namun, Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan Indonesia menyampaikan bahwa indeks inklusi keuangan di negara-negara ASEAN masih mengalami disparitas yang sangat tinggi. Berdasarkan riset oleh World Bank, indeks inklusi keuangan terendah ada di Kamboja mencapai 33,39% dan tertinggi adalah Singapura mencapai 97,55%. Sedangkan, posisi indeks inklusi keuangan Indonesia mencapai 51,76% (Putri, 2023).