02/10/2023
Penulis: Grady Nagara, Shofie Azzahrah & Ida Mahvitasari
Editor: Muhammad Dhiya Ulhaq
Pembangunan merupakan salah satu upaya untuk memajukan suatu negara. Pembangunan infrastruktur yang bagus dinilai mampu menciptakan peluang-peluang pertumbuhan lainnya, termasuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Faktanya, potret pembangunan di Indonesia selalu diwarnai dengan penggusuran sejak zaman orde baru. Berdasarkan Committee on Economic, Social, and Cultural Rights dalam poin ketiga General Comment No.7 on the Right to Adequate Housing mendefinisikan penggusuran paksa sebagai proses pemindahan individu, keluarga, atau kelompok secara paksa dari tanah atau rumah yang mereka huni baik sementara maupun selamanya tanpa perlindungan hukum yang memadai (Poerana, 2019). Berdasarkan data dari LBH Jakarta dalam proses audiensinya ke Komnas HAM menyebutkan kasus penggusuran di Jakarta sejak 2015-2018 saja mencapai 495 titik penggusuran (Komnas HAM RI, 2020).
Penggusuran paksa yang dilakukan oleh pemerintah selalu dilakukan dengan dalih pembangunan untuk kepentingan umum. Namun, kata kepentingan umum di sini yang patut untuk dipertanyakan jika pembangunan justru dilakukan dengan tidak menghormati hak-hak masyarakatnya. Penggusuran paksa dengan alasan pembangunan ini berpotensi menyebabkan ketimpangan struktur agraria (penguasaan, kepemilikan, distribusi, dan hubungan produksi serta konsumsi lahan yang dihuni). Ketika terjadi penggusuran lahan, maka telah terjadi perampasan atas hak mendasar masyarakat yaitu hak atas tempat tinggal yang memadai sebagaimana yang tertera dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1.
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1).