Dalam 10 tahun terakhir, industri padat karya semakin terpuruk. Industri tekstil dan pakaian jadi pada 2013 masih berkontribusi 1,42% terhadap PDB nasional namun kontribusinya kini hanya 1,11% terhadap PDB pada 2023. Demikian pula industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, pada 2011 masih berkontribusi hingga 0,30% terhadap PDB nasional, namun kontribusinya tinggal tersisa 0,25% terhadap PDB pada 2023. Melemahnya industri padat karya ini sejalan dengan laju deindustrialisasi. Kontribusi industri manufaktur mencapai 22,04% terhadap PDB pada 2010 namun kontribusinya jatuh menjadi 18,67% terhadap PDB pada 2023.
Kinerja industri padat karya banyak terdampak dari dua arah sekaligus: jatuhnya pasar ekspor global dan tergerusnya pasar domestik. Resesi global yang dipicu kenaikan suku bunga dan inflasi tinggi telah membuat masyarakat dunia lebih mengutamakan kebutuhan pangan dan energi ketimbang sandang atau alas kaki. Konflik di Timur Tengah juga telah mengganggu jalur perdagangan dunia dengan implikasi biaya pengiriman meningkat karena menghindari Terusan Suez.
Ketika pasar ekspor melemah, industri padat karya tidak bisa menjadikan pasar domestik sebagai substitusi karena dibanjiri produk impor. Banjir impor produk tekstil dan juga sepatu saat ini, terutama dari China, merupakan kombinasi dari aksi dumping, lemahnya perlindungan terhadap industri domestik dan derasnya impor ilegal.