Terdapat tendensi dari pejabat pemerintah untuk mewajarkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok di bulan ramadhan seperti kenaikan harga beras dan kini harga daging sapi dan ayam. Bahkan Mentan meminta masyarakat mengikhlaskan kenaikan harga daging sapi dan daging ayam karena hal itu akan menjadi keuntungan bagi peternak. Ini adalah sebuah klaim prematur yang terlalu menyederhanakan masalah, cenderung sesat fikir. Dengan kondisi industri peternakan sapi dan ayam nasional saat ini, kenaikan harga daging sapi dan daging ayam tidak selalu akan menguntungkan peternak rakyat. Yang lebih banyak diuntungkan dari kenaikan harga daging sapi adalah importir dan pedagang besar perantara. Dan yang lebih banyak diuntungkan dari kenaikan harga daging ayam adalah perusahaan ayam terintegrasi dan pedagang besar perantara.
Dalam 5 tahun terakhir komoditas daging sapi cenderung terus meningkat, dari kisaran harga Rp 110 ribu per kg di tahun 2018, menjadi kini di kisaran Rp 130 ribu per kg. Di jelang bulan Ramadhan, harga daging sapi bahkan sering menembus Rp 150 ribu per kg. Sejak lama Indonesia memiliki ketergantungan yang tinggi pada impor daging sapi. Dalam 5 tahun terakhir impor daging sejenis lembu terus meningkat dari 161 ribu ton pada 2018 menjadi 238 ribu ton pada 2023. Di waktu yang sama, produksi daging sapi dan kerbau domestik stagnan di kisaran 520 ribu ton per tahun. Dengan impor mencapai 40 persen produksi domestik, harga daging sapi domestik cenderung dipengaruhi harga daging impor yang didominasi impor dari Australia dan India. Kenaikan harga daging sapi akan lebih banyak dinikmati oleh importir.
Untuk produksi daging sapi nasional memang benar didominasi peternak rakyat. Sebagian besar sapi dan kerbau dikembangbiakkan secara tradisional oleh puluhan juta rumah tangga usaha peternakan. Pada 2021, populasi sapi potong diperkirakan 18,0 juta ekor dan kerbau 1,2 juta ekor. Namun skala usaha peternak rakyat adalah terlalu kecil sehingga tidak mencapai skala ekonomis. Dengan skala usaha yang sangat kecil, posisi tawar peternak adalah lemah di hadapan pedagang pengumpul. Kenaikan harga daging sapi akan lebih banyak dinikmati oleh pedagang perantara dan bisnis transportasi logistik. Rerata margin perdagangan dan pengangkutan komoditas daging sapi mencapai 41 persen.
Sedangkan industri peternakan ayam ras telah masuk ke skala usaha yang ekonomis, baik ayam ras petelur maupun ayam ras pedaging. Pada 2021, populasi ayam ras petelur 368 juta ekor dan ayam ras pedaging 3,1 miliar ekor. Namun efisiensi peternakan ayam ini tidak dinikmati peternak rakyat, yang kini telah tersingkir. Korporasi yang terintegrasi kini menguasai hingga lebih dari 80 persen pangsa pasar ayam nasional. Dengan keterbatasan modal dan teknologi, peternakan ayam rakyat secara umum berada di tingkatan subsisten. Dengan posisi tawar peternak rakyat yang sangat lemah di hadapan korporasi ayam terintegrasi, kenaikan harga daging ayam akan lebih banyak dinikmati segelintir korporasi ayam terintegrasi yang menguasai pasar daging ayam nasional dari hulu hingga hilir. Yang berikutnya lebih banyak menikmati kenaikan harga daging ayam adalah pedagang perantara dan bisnis transportasi logistik. Rerata margin perdagangan dan pengangkutan komoditas daging ayam mencapai 26 persen.
Upaya untuk mewajarkan kenaikan harga daging di bulan Ramadhan adalah hal yang menyedihkan. Kenaikan harga komoditas pangan termasuk daging di bulan Ramadhan adalah fenomena musiman. Karena sudah terprediksi, seharusnya sudah dimitigasi, sehingga dari tahun ke tahun seharusnya gejolak harga pangan di bulan Ramadhan semakin tertangani. Maka gejolak harga pangan di Ramadhan tahun ini menunjukkan kegagalan perencanaan yang signifikan dan berulang dari pembuat kebijakan.